Thursday 16 October 2014

Hidup ini Hanya Untuk Yang Muda

Ya, hidup ini hanya cocok untuk kaum muda. Muda di dalam otak saya ya diantara umur 20-40 tahunan.Pikiran ini sudah lama bermukim di dalam kepala saya. Darimana pikiran ini muncul ? Begini ceritanya;

Sedari SMU saya terkadang punya rasa ketakutan akan menjadi tua renta. Sewaktu malam menjelang hari ulang tahun ke-20, saya lumayan gelisah karena sadar sebentar lagi akan berumur kepala 2. Hal ini terulang tapi dalam kadar yang lebih berat sewaktu malam menjelang hari ulang tahun saya ke-30, kalau dulu saya cuma gelisah-gelisah setengah serius, kali ini gelisah cenderung murung. Mata memandang ke arah jam dinding, jam 23:47, sebentar lagi umur 30, bola mata sedikit maju, lubang hidung megap-megap, keringat sebesar biji jagung susul-susulan merambat turun dari jidat ke rahang, ujung tangan dan kaki menjadi agak dingin. Jam 24:00 pun lewat, ya perasaaan saya biasa sih setelah itu, mau bagaimana waktu tidak bisa kita lawan.

Mengapa saya takut menjadi tua renta? Karena saya berpikir bahwa mempunyai fisik renta namun jiwa kita masih menjalar-jalar bagai api yang dicampur angin itu sangat menyiksa, mungkin rasanya seperti dipenjara seumur hidup tapi hakim tidak menemukan apa salah kita. Kalian tidak usah berpikir saya berlebihan dulu, tahan itu mulut sudah lancip mau mengumpat di depan blog saya? Tahan dulu sebentar bung, saya punya analisanya. Sabar.

Saya sering mengamati dunia yang kejam ini dan segala isinya. Pengamatan mengenai topik ini saya dapatkan dari kegiatan sehari-hari. Ambil contoh paling mudah, kendaraan umum. Kalian pernah lihat bagaimana sulitnya kaum renta naik ke angkot/kereta/busway dll? Di tengah gempuran kaum muda dari segala penjuru untuk duluan masuk ke kendaraan umum, kalian pernah perhatikan ekspresi wajah kaum renta saat itu? Menderita kawan, menderita. Melihat kaum renta mendekat perlahan ke pintu kereta/busway, memegang bagian pintu dengan genggaman yang sudah tidak kuat lagi, terdorong dari belakang, bahkan ketika sudah masuk pun harus bertahan menghadapi guncangan busway yang terkadang melewati jalan berlubang tanpa pakai rem, bertahan melawan rem mendadak supir busway yang kadang baru menginjak pedal rem pas H-2 detik.

Contoh lain, coba kalian angkat pantat malas kalian yang seharian hanya duduk di depan komputer entah sungguhan kerja atau cuma meratapi hidup, berjalanlah keluar dari ruangan kerja ningrat ber-AC kalian, duduk diam di pinggir jalan / trotoar. Amatilah ketika ada kaum renta ingin menyeberang jalan raya. Kebetulan didepan kantor saya jalan raya nya sangat lebar, dan di median jalan dipasang pagar oleh pemda setempat sehingga memaksa manusia menyeberang melewati Jembatan Penyeberangan. Ini hal bagus dan benar, tapi tekadang sewaktu melihat kaum renta ingin menyeberang, rasa takut menjadi tua saya menjadi-jadi (hmm..menjadi-menjadi-jadi, bahasa indonesia yang brilian!). Saat ni kaum renta mempunyai 2 pilihan : menyeberang jalan raya dan melompati pagar pembatas dengan resiko tertabrak kendaraan yang melintas, atau bersusah payah berjalan kaki dan menaiki anak tangga jembatan penyeberangan jalan. Dua-dua pilihannya toh sama menyiksanya bagi mereka. Saya saja yang masih kategori muda dan trengginas (what the?) ini ngos-ngosan kalau naik jembatan penyeberangan. Apalagi mereka yang renta? Menyiksa seharusnya, kan begitu? Ribuan contoh lain mengenai hal ini.

Otak saya berfantasi mencari solusi untuk masalah hidup yang kejam bagi yang renta ini. Andai saja saya bisa memisahkan kaum renta dan kaum muda di bumi ini, mungkin tidak ya akan lebih membahagiakan kaum renta? Bayangkan kalau bumi ini kita ciptakan lagi bersebelahan dengan bumi ini (bumi diciptakan lagi sebelahan dengan bumi ini...hmm...bumi...sebelahan...bumi....hmm.. *mimisan membaca blog yang sarat tenaga dalam ini). Bumi baru untuk kaum renta dengan design arsitektur dan segala nya khusus untuk kaum renta. Arsitektur perkotaan yang semua serba ringan dan memudahkan mereka, sistem hidup yang berjalan lebih lambat, AHA! bukankah ini ide brilian kawan? Sehingga kaum muda hidup dengan sesamanya, silahkan berebutan sikut-sikutan naik busway, silahkan menyeberang jalan dengan kecepatan lari bagai cheetah kelaparan. Di sisi lain, kaum tua silahkan menyeberang jalan dengan kecepatan bagai playback video super slo-mo. Dua-dua bumi ini seharusnya lebih bahagia bukan?

Ayo silakan berdiri di depan laptop/hp kalian dan beri saya tepuk tangan yang agak lama sebagai bentuk apresiasi atas pemikiran saya yang melampaui jaman menembus sejarah ini.

Selesai.

Dari bumi kaum renta terdengar sayup-sayup: "Houuhhoo...o houuhhoooo..."